Rabu, 14 November 2012

PERENCANAAN PENDIDIKAN


PERENCANAAN PENDIDIKAN

2.1  PENGERTIAN PERENCANAAN PENDIDIKAN
Perencanaan adalah suatu kegiatan untuk menetapkan aktivitas yang berhubungan dengan jawaban pertanyaan 5W1H yaitu: apa (what) yang akan dilakukan, mengapa (why) hal tersebut dilakukan, siapa (who) yang melakukannya, dimana (where) melakukannya, kapan (when) melakukannya, dan bagaimana (how) melakukannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan tujuan-tujuan yang akan dirumuskan, teknik dan metode yang dipergunakan, dan sumber yang diperdayakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kauffman (1972) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Koontz (1972) menyatakan perencanaan sebagai suatu proses intelektual yang menentukan secara sadar tindakan yang akan ditempuh dan mendasarkan keputusan-keputusan pada tujuan yang hendak dicapai, informasi yang tepat waktu dan dapat dipercaya, serta memperhatikan perkiraan keadaan yang akan datang. Dengan demikian, perencanaan adalah aktivitas menetapkan tujuan-tujuan, sumber-sumber, dan teknik/metode yang terpilih.
Pengertian perencanaan pendidikan dijelaskan oleh beberapa ahli, antara lain:
ü  Depdiknas (2006) mendefinisikan perencanaan pendidikan sebagai suatu proses penyusunan gambaran kegiatan pendidikan di masa depan dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Pada definisi tersebut dinyatakan bahwa perencanaan ditujukan untuk merubah masa depan. Masa depan pendidikan yang diinginkan adalah pendidikan berkualitas yang disiasati secara terstruktur dan terprogram melalui perencanaan sejak awal sehingga masa depan bukanlah hasil dari kebetulan semata.
ü  Menurut Coombs (1982), perencanaan pendidikan merupakan kegiatan rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien.
ü  Menurut Albert Waterston (1975), perencanaan pendidikan merupakan suatu bentuk investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan yang didasarkan kepada pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.
ü  Menurut Guruge (1972) perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan.
ü  Menurut Beeby, C.E., perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut.
ü  Menurut Y. Dror (1975), perencanaan pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu negara.
ü  Menurut Prof. Dr. Yusuf Enoch, perencanaan pendidikan adalah suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternatif keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan pada pencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.
Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber yang diberdayakan, dan teknik/metode yang dipilih secara tepat untuk melaksanakan tindakan selama kurun waktu tertentu agar penyelenggaraan sistem pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan bermutu.


2.2  SEJARAH DAN TEORI PERENCANAAN PENDIDIKAN
Konsep dasar perencanaan pendidikan telah dikenal pada 25 abad yang lalu, yaitu sejak bangsa Sparta mengembangkan sistem pendidikan yang ditujukan untuk membantu manusia Sparta di bidang militer, sosial dan ekonomi. Plato dalam bukunya, Republic menyatakan bahwa perencanaan sekolah bertujuan untuk melayani masyarakat. Pada abad ke-18, ditemukan tulisan yang berkenaan dengan perencanaan pendidikan yang berjudul “Perencanaan Universitas” di Rusia karya Diderot. Selanjutnya, pada abad ke-19 sudah terdapat beberapa perencanaan pembangunan sekolah dan perencanaan pendidikan guru. Setelah Perang Dunia I, pada tahun 1923, Rusia dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun I merupakan negara pertama yang menerapkan konsep perencanaan pendidikan, kemudian diikuti Prancis (1929), Amerika Serikat (1933), Swiss (1941), dan Puerto Rico pada tahun 1941.
Menurut Hudson dalam Tanner dalam Maswarita (2010), teori perencanaan meliputi: synoptic, incremental, transactive, advocacy, dan radikal. Selanjutnya di kembangkan oleh Tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi Hudson.
a.       Teori Synoptic
Disebut juga system planning, rational system approach, rasional comprehensive planning. Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan, sehingga objek perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut visi. Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi:
1.      Pengenalan masalah
2.      Mengestimasi ruang lingkup masalah
3.      Mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian
4.      Menginvestigasi masalah
5.      Memprediksi alternatif
6.      Mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik
Didasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya bersifat desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah perencana dalam merencanakan objek tertentu dalam lembaga pendidikan selalu mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan.
b.      Teori Incremental
Teori ini lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah dan sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.
c.       Teori Transactive
Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.
d.      Teori Advocacy
Menekankan hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari  pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai advocacy (mempertahankan dengan argumentasi). Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/atau badan pusat.
e.       Teori Radikal
Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan. Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari pemerintah pusat/manajer tertinggi yang dapat dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain, teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani pendidikannya.
f.       Teori SITAR
Merupakan gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary planning process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga lebih lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational. Berarti teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa teori-teori di atas mempunyai persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya adalah:
1.      Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah.
2.      Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan sekitarnya.
3.      Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan penitikberatan.
4.      Mempertimbangkan dan menggunakan sumber daya yang ada dalam pencapaian tujuan.
Sedangkan perbedaannya adalah:
1.      Perencanaan synoptic lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih mengedepankan aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau dapat dikatakan komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan dalam empat pendekatan perencanaan yang lain.
2.      Perencanaan incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah dan sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.
3.      Perencanaan transactive mengedepankan faktor-faktor perseorangan/individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan, perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan dengan perencanaan Synoptic dan Incremental yang lebih komprehensif.
4.      Perencanaan advocacy cenderung menggunakan pendekatan hukum dan obyek yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah. Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan dan hal keadilan sosial.
5.      Perencanaan radikal seakan-akan tanpa metode dalam memecahkan masalah dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif dengan pendekatan incremental dan synoptic yang memepertimbangkan aturan-aturan yang ada baik akademis/metodologis dan lembaga pemerintahan yang ada.

2.3  TUJUAN PERENCANAAN
Perencanaan yang terumus dengan baik dan mempertimbangkan apa yang sudah dicapai, membaca apa yang sedang terjadi, dan memproyeksikan kecenderungan yang terjadi di masa depan memungkinkan perencanaan tersebut menjadi alat perubah yang memiliki tingkat kepastian tinggi dengan resiko yang minimal. Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan atau sebagai suatu alat ukur di dalam membandingkan antara hasil yang dicapai dengan harapan.
Depdiknas (2006) menjelaskan bahwa perencanaan pendidikan di lingkup sekolah bertujuan untuk :
1.      menjamin agar perubahan/tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil
2.      mendukung koordinasi antarpelaku sekolah
3.      menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi yang baik antarpelaku sekolah, antarsekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota, dan antarwaktu menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan
4.      mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat
5.      menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Secara lebih terperinci, ada beberapa tujuan perlunya penyusunan suatu perencanaan pendidikan antara lain:
1.      mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah disusun sesuai dengan standar pengawasan pola perilaku pelaksana pendidikan
2.      mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan pendidikan
3.      mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik
4.      mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan
5.      meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan pendidikan
6.      memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang harus dilakukan
7.      menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’
8.      mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi pendidikan
9.      mengarahkan proses  pencapaikan tujuan pendidikan Dahana (dalam Arifin, 2010)
Sebuah perencanaan yang baik dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu, antara lain:
1.      protective benefits” yaitu menjaga agar tujuan-tujuan, sumber dan teknik/metode memiliki relevansi yang tinggi dengan tuntuan masa depan sehingga dapat mengurangi resiko keputusan
2.      positive benefits” yaitu produktivitas dapat meningkat sejalan dengan dirumuskannya rencana yang komperehensif dan tepat.

2.4  PENDEKATAN PERENCANAAN
Dalam perumusannya, perencanaan pendidikan menurut para ahli dapat menggunakan pendekatan perencanaan tenaga kerja, pendekatan permintaan sosial, pendekatan nilai balik, dan pendekatan sistem.
2.4.1  Pendekatan Perencanaan Tenaga Kerja
Pendekatan ini bisa disebut juga pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach). Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini lebih mengutamakan keterkaitan antara output (lulusan) layanan pendidikan yang memiliki skills di setiap satuan pendidikan dengan tuntutan atau keterserapan akan kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Apabila pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a.       Melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin
b.      Melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan ketrampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka mampu menyesuaikan diri secara cepat (adaptif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia kerja
c.       Mengkaji dan menganalisis sistem layanan pendidikan yang terbaik mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, oleh karena itu diperlukan analisis peluang kerja dan menjalin kerjasama antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri (link and match).
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, antara lain :
a.       Kelebihan pengunaan pendekatan perencanaan tenaga kerja :
-          Proses pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek korelasional yang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan masyarakat.
-          Pendekatan ini mengharuskan adanya keterjalinan erat antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk meminimalisir terjadinya kesenjangan diantara keduanya.
b.      Kekurangan pengunaan pendekatan perencanaan tenaga kerja :
-          Mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan, pendekatan ini telah mengabaikan peran sekolah menengah umum, lebih mengutamakan sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Dalam realitasnya masih banyak lulusan sekolah menengah kejuruan yang menganggur (output-nya tidak terserap di dunia kerja).
-          Perencanaan ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara permintaan dan persediaan.
-          Tujuan utamanya untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, sedangkan disisi lain tuntutan dunia kerja selalu berubah-ubah (bersifat dinamik) begitu cepat, sehingga lembaga pendidikan kejuruan sering kurang mampu mengantisipasinya dengan baik. Vebriarto,dkk (dalam Arifin, 2010).
Contoh perencanaan pendidikan yang mengarah pada pendekatan tenaga kerja adalah program life skills di sekolah dan Broad Based Education.
2.4.2  Pendekatan Permintaan Sosial
Pendekatan ini bisa disebut juga pendekatan kebutuhan social (social demand approach), Para ahli perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini disebut pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada beberapa hal sebagai berikut.
a.       tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar
b.      pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf)
c.       pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan.
Pendekatan ini biasanya dilaksanakan  pada negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi sosial ekonominya.
Hal yang perlu dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang perencanaan pendidikan, antara lain:
a.       Melakukan analisis tentang pertumbuhan penduduknya.
b.      Melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan
c.       Melakukan analisis tentang dinamika atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout.
d.      Melakukan analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan pendidikan di sekolah
e.       Melakukan analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan secara maksimal dalam proses layanan pendidikan.
f.       Melakukan analisis tentang keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan sosial di masyarakat Sa’ud, S. (dalam Arifin, 2010).
Penggunaan pendekatan ini dalam perencanaan pendidikan, memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya :
a.       Kelebihan pengunaan pendekatan permintaan sosial :
1.      Pendekatan ini  lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf.
2.      Pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang pendidikan akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh masyarakat. 
b.      Kekurangan pengunaan pendekatan permintaan sosial :
1.      Cenderung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar sebesar-besanya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan pendidikan.
2.      Lebih menekankan pada aspek kuantitas (jumlah yang terlayani sebanyak-banyaknya), kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan, oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros
3.      Pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini
4.      Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek kualitatif. Disamping itu pendekatan ini kurang memberikan jawaban yang komprehensif dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau bidang kehidupan yang lain kurang diperhatikan.
Contoh perencanaan pendidikan yang mengarah pada pendekatan ini adalah pendidikan inklusi, wajib belajar 9 tahun.




2.4.3  Pendekatan Nilai Balik
Pendekatan ini disebut juga pendekatan untung rugi (cost and benefit approach) yang berorientasi pada konsep investment in human capital (investasi pada sumber daya manusia) atau menganggap pendidikan sebagai social oriented, namun dalam prakteknya tetap mempertimbangkan nilai efisiensi dalam pengertian mengurangi pemborosan dan meningkatkan nilai tambah. Maksud dari pendekatan ini adalah agar hasil yang diperoleh dari pendidikan memiliki produktivitas dan kualitas yang tinggi dengan menciptakan program-program yang relevan dengan tuntutan masyarakat dan terpakai dalam perkembangan zaman.
Secara spesifik, ciri-ciri pendekatan ini antara lain:
a.       Pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis
b.      Pendekatan ini didasarkan pada asumsi, bahwa:
1.      Kualitas  layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat
2.      Sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya
3.      Perbedaan pendapatan seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya
c.       Perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan kualitas SDM (penguasaan IPTEK), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat
d.      Program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas pembiayaan yang besar.

Pendekatan ini memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan.
a.       Kelebihan pengunaan pendekatan nilai balik :
1.      Perencanaan pendidikan yang disusun akan mempunyai aspek fungsional dan keuntungan ekonomis, sehingga bentuk-bentuk layanan pendidikan yang dianggap kurang produktif bisa ditiadakan melalui pendekatan efisiensi investasi
2.      Pendekatan ini selalu memilih alternaif yang menghasilkan keuntungan lebih banyak daripada biaya yang dikeluarkan.
b.      Kekurangan pengunaan pendekatan nilai balik :
1.      Akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost and benefit) dari layanan pendidikan, terlebih apabila digunakan mengukur keuntungan untuk periode atau masa yang akan datang
2.      Sangat sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan layanan pendidikan sebelumnya
3.      Pendekatan ini mengabaikan hubungan antara penghasilan seseorang dengan faktor internal individu (misalnya, motivasi, disiplin nurani, kelas sosial, orientasi hidup individu, dan sejenisnya), dan hanya melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penghasilan
4.      Perbedaan pendapatan seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan produktivitas individual, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan yaitu faktor konvensi sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja kelompok
5.      Keuntungan dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial (material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial-budaya. Abin (dalam Arifin, 2010).
Contohnya PSG (pendidikan sistem ganda), program MBS, dan lainnya.
2.4.4  Pendekatan Sistem
Pendekatan ini disebut juga pendekatan integratif (integrative approach) atau pendekatan sinergik yang dalam perencanaan pendidikan difokuskan pada organisasi sebagai sistem yang memiliki komponen-komponen yang saling terkait. Pendekatan sistem adalah derivasi dari istilah analisis sistem dengan mengaplikasikan cara berfikir sistem dalam melihat sesuatu objek yang kita hadapi. Merencanakan sistem pendidikan tidak hanya berfokus pada perbaikan input pendidikan atau proses, dan output secara parsial tetapi seluruh komponen dan langkah sistemik harus menjadi kajian dan sasaran.
Secara terperinci, pendekatan yang digunakan dalam perencanaan  pendidikan yang disusun berdasarkan pada hal-hal sebagai berikut.
1.      Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok)
2.      Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk mempersiapkan studi lanjut
3.      Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan  layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya
4.      Keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya internal maupun sumber daya eksternal
5.      Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan ‘suatu sistem’
6.      Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan. Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah kepala sekolah, guru, siswa, komite sekolah, pengawas sekolah, dinas pendidikan. Vebriarto (dalam Arifin, 2010).
a.                              Kelebihan pengunaan pendekatan sistem :
1.      Semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses pengembangan pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang

2.      Dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan komite sekolah (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi secara positif sesuai dengan status dan peran masing-masing
3.      Peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif, karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut partisipasi aktif dari semua warga sekolah;
4.      Perencanaan pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua bidang kehidupan di era globalisasi
5.      Pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun sikap mental dan pola perilaku yang integral atau multidimensional atau komprehensif dalam memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat
6.      Hasil (output) dari proses layanan pendidikan pada peserta didik  akan lebih menampilkan potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya.
b.      Kekurangan pengunaan pendekatan sistem :
1.      Pendekatan ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya, dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi standar kualitas guru yang professional masih kurang dari 20 %, atau kurang lebih 80 % guru-guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional. Hal ini tentu sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif
2.      Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam realitasnya masih banyak dijumpai  pola pengelolaan manajemen di setiap satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
3.      Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai pemberi pertimbangan (advisory), pendukung (supporting), pengontrol  (controlling), dan mediator (Depdiknas, 2006 dalam Arifin, 2010). Dalam realitasnya keempat peran tersebut belum terlaksana dengan baik di setiap lembaga atau satuan pendidikan.
Jadi, uraian tentang kelemahan pendekatan integratif atau sistemik ini sejatinya tidak menyangkut ranah konseptual, tetapi lebih bersentuhan pada tataran unsur pendudukung dalam pelaksanaan program (aplikasinya). Oleh karena itu secara konseptual pendekatan perencanaan integrasi merupakan pendekatan yang paling baik apabila dibandingkan dengan pendekatan yang lain yang lebih bersifat parsial (sektoral).
Hal yang menjadi kunci utama untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan pada perencanaan pendidikan integratif adalah:
a.       terus mendorong pengembangan kualitas SDM warga sekolah
b.      terus meningkatkan kualitas manajemen satuan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip MPMBS
c.       terus meningkatkan kualitas peran serta masyarakat (PSM) untuk mencapai tujuan pendidikan.
Contoh perencanaan sekolah efektif, program peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.


2.5  PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN
      Perencanaan pendidikan mengenal prinsip-prinsip yang dapat dijadikan pegangan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam implementasinya
      Beberapa prinsip perencanaan pendidikan menurut ahli pendidikan, yakni :
2.5.1        Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan menurut Depdiknas (dalam Engkoswara & Komariah, 2010), antara lain :
a.       Memperbaiki hasil pendidikan
b.      Membawa perubahan yang lebih baik (peningkatan/pengembangan)
c.       Demand driven
d.      Menyeluruh
e.       Keterkaitan dengan (RPS, Rencana Pendidikan Dinas Provinsi, Renstrada, Repetada, dan sebagainya)
f.       Partisipasi
g.      Keterwakilan
h.      Data driven
i.        Realistis sesuai dengan hasil analisis SWOT
j.        Mendasarkan pada hasil review dan evaluasi
k.      Keterpaduan
l.        Holistik/tersistem
m.    Transparansi, dan
n.      Keterkaitan serta kesepadanan dengan rencana-rencana instansi terkait

2.5.2        Banghart dan Trull (dalam Engkoswara & Komariah, 2010) mengungkapkan dimensi sebagai prinsip perencanaan pendidikan , sebagai berikut:
a.       Signifikasi; derajat signifikasi dipengaruhi oleh kepentingan sosial yang ada dalam tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan ini, planner harus menentukan pedoman dan kriteria evaluasi keputusan yang telah dibuat dan telah ditetapkan tujuannya.
b.      Feasibility; rencana yang dibuat harus ditetapkan petunjuknya dan didasarkan pada situasi analisis dan prosedur yang sesuai. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi leberadaan perencanaan, dimana segala kemungkinan dapat saja terjadi dan mempengaruhi perencanaan yang telah ditetapkan. Keadaan politik, fasibilitas teknik, estimasi biaya, dan beberapa aspek lain yang merupakan aspek-aspek yang memerlukan pertimbangan realistik.
c.       Relevansi; peningkatan penggunaan teknologi dan teknik perencanaan yang canggih telah memperluas konsep relevansi. Perencanaan menempatkan tekanan utama pada proses yang sesuai dengan pencapaian tujuan. Konsep relevansi merupakan hal yang sangat penting dalam mengimplementasikan rencana pendidikan. Hal yang harus dipecahkan meliputi realisme keorganisasian, derajat relevansi yang berkaitan dengan proses, jaminan bahwa rencana itu akan lebih mengkhususkan pada pemecahan masalah selaras dengan waktu dan cakupan perencanaan.
d.      Kepastian; perhitungan yang tepat harus didefinisikan dengan memperhitungkan segala penyimpangan untuk dijadikan haban pertimbangan.
e.       Penghematan; prinsip ini menyatakan bahwa rencana harus dirancang dalam kerangka yang sederhana dan meningkatkan kepekaan untuk mengidentifikasi interaksi antar komponen.
f.       Adaptabilitas; rencana pendidikan hendaknya merupakan hal yang dinamis. Suatu perencanaan yang lengkap, deviasi dalam perencanaan sedapat mungkin dikurangi hingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai melalui proses yang bervariasi.
g.      Waktu; merupakan faktor penting, perhatikan siklus alami pada aspek-aspek yang direncanakan.
h.      Monitoring; meliputi penetapan kriteria pendidikan untuk melihat apakah yang direncanakan sudah dilaksanakan secara efisien atau belum.
i.        Subject matter; substansi apa yang sedang direncanakan dikembangkan oleh McClure seperti : tujuan dan sasaran , program dan layanan, sumber daya manusia, sumber daya fisik, financial, struktur pemerintahan, sosial.

2.5.3        Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan menurut Atmosudirdjo, 1982 antara lain :
a.       Perencanaan itu Interdisiplinair
b.      Perencanaan itu Fleksibel. Meskipun berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan rencana telah dipertimbangakan sebai-baiknya, masih mungkin terjadi hal-hal di luar perhitungan perencanaan ketika rencana itu dilaksanakan. Oleh karena dalam pembuatan perencanaan, hendaknya disediakan ruang gerakbagi kemungkinan penyimpangan  dari rencana ssebagai antisipasi terhadap hal-hal  yang terjadi diluar perhitungan perencanaan.
c.       Perencanaan itu Objektif rasional
d.      Perencanaan itu tidak dimulai dari nol tetapi dimulai dari apa yang dimiliki
e.       Perencanaan itu merupakan wahana untuk menghimpun kekuatan-kekuatan secara terkoordinir
f.       Perencanaan itu disusun dengan data
g.      Perencanaan itu mengendalkan kekuatan ssendiri, tidak berdasarkan pada kekuatan orang lain.
h.      Perencanaan itu komprehansif dan ilmiah.
i.        Perncanaan itu hendaknya mempunyai dasar yang jelas dan mantap. Nilai yang menjadi dasar berupa nilai budaya, nilai moral, nilai relegius, maupun gabungan nilai ketiganya. Acuan nilai yang jelas dan mantap akan memberikan motivasi yang kuat untuk menghasilakan rencana yang sebaik-baiknya.
j.        Perencanaan hendaknya berangkat dari tujuan umum. Tujuan umum itu dirinci menjadi khusus, kemudian bila masih bisa dirinci menjadi tujuan khusus, itu dirinci menjadi lebih rinci lagi. Adanya rumusan tujuan umum dan khusus yang terinci akan menyebabkan berbagai unsur di dalam perencanaan memiliki relevansi yang tingggi dengan tujuan yang akan dicapai.
k.      Perencanaan hendaknya relitis. Perencanaan hendaknya disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang tersedia. Dalam hal sumber daya hendaknya dipertimbangakan kualitas maupun kuantitas manusia dan perangkat penunajangnya.
l.        Perencanaan hendaknya mempertimbangkan kondisi sosio budaya masyarakat, baik yang mendukung  maupun menghambat perencanaan nanti. Kondisi sosio budaya tersebut misalnya system nilai, adat istiadat, keyakinan sertacita-cita. Terhadap kondidi sosio budaya yang yang mendukukng pelaksaan rencana. Hendaknya telah direncanakan memanfaatkan secaramaksimal faktor pendukung itu.

2.6 JENIS DAN LINGKUP PERENCANAAN
Adapun jenis-jenis perencanaan antara lain :
  1. Perencanaan dimulai dari tingkat organisasi yang paling atas ke tingkat organisasi yang terbawah (top-down planning). Organisasi tertinggi merumuskan tujuan secara luas dan membolehkan tingkat organisasi di bawahnya untuk membuat perencanaan dengan menggunakan batasan yang ada.
  2. Perencanaan dimulai dari tingkat organisasi terbawah ke tingkat organisasi tertinggi (bottom-up planning). Memulai dengan merencanakan pada organisasi terbawah tanpa batasan dan diteruskan pada organisasi di atasnya dengan batasan tertentu.
  3. Diagonal-horizontal planning
  4. Rolling plan
  5. Kombinasi top-down dan bottom-up planning
  6. Perencanaan strategis, perencanaan yang ditujukan pada kebutuhan jangka panjang organisasi dan menentukan secara kompherensif arah dan tindakan organisasi.
  7. Perencanaan operasional, yaitu rencana yang ditujukan pada aktivitas tertentu dalam menerapkan rencana strategis.
Adapun bentuk perencanaan menurut horizon waktunya, antara lain :
  1. Perencanaan jangka pendek (kurang dari 1 tahun)
  2. Perencanaan jangka menengah (1-2 tahun)
  3. Perencanaan jangka panjang (3 tahun atau lebih)

Ada pula perencanaan menurut penggunaannya, yaitu :
  1. Standing Plan, yaitu rencana yang digunakan berulang-ulang, misalnya kebijakan, prosedur dan peraturan.
  2. Single Use Plan, yaitu rencana yang hanya dipakai satu kali untuk setiap periode waktu, misalnya budget, project schedule, dan program.

Setelah mengetahui jenis-jenis perencanaan, ada hal lain yang harus diketahuai yaitu lingkup atau batas perencanaan. Adapun lingkup perencanaan terdiri atas :
1.      Perencanaan Mikro
      Perencanaan mikro adalah suatu perencanaan pada tingkat operasional dan ditujukan secara khusus untuk memperbaiki kemampuan dan kinerja individu atau kelompok kecil individu. Lingkup perencanaan ini relative lebih spesifik. Contoh dari perencanaan mikro ini adalah silabus dan rencana pengajaran
2.      Perencanaan Messo
      Perencanaan messo adalah perencanaan pada tingkat organisasi operasional dan menengah, ditujukan untuk memperbaiki kinerja organisasi atau satuan pendidikan, misalnya rencana sekolah dan rencana pengembangan mutu SD, SMP, SMA/SMK Dinas Pendidikan Kab/Kota.
3.      Perencanaan Makro
      Perencanaan makro adalah suatu perencanaan pada tingkat tertinggi organisasi. Perencanaan makro ini merupakan rujukan perencanaan mikro dan messo. Perencanaan ini ditujukan untuk memperbaiki organisasi secara luas. Perencanaan strategis Departemen Pendidikan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah contoh perncanaan makro.

2.7 TAHAP-TAHAP PERENCANAAN
Sebelum para manajer dapat mengorganisasi, memimpin, atau mengendalikan, terlebih dahulu ia harus membuat rencana yang memberikan arah pada setiap kegiatan organisasi. Pada tahap perencanaan para manajer menentukan apa yang akan dikerjakan, kapan akan mengerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan siapa yang akan mengerjakannya.
Kebutuhan akan perencanaan ada pada semua tingkatan manajemen dan semakin mengingkat pada tingkatan manajemen yang lebih tinggi, dimana perencanaan itu mempunyai kemungkinan dampak yang paling besar pada keberhasilan organisasi. Pada tingkatan top manajer pada umumnya mencurahkan hampir semua waktu perencanannya jauh ke masa depan dan pada strategi-strategi dari seluruh organisasi. Manajer pada tingkatan yang lebih rendah merencanakan terutama untuk subunit mereka sendiri dan untuk jangka waktu yang lebih pendek.
Terdapat pula beberapa variasi dalam tanggung jawab perencanaan yang tergantung pada ukuran dan tujuan organisasi dan pada fungsi atau kegiatan khusus manajer. Organisasi yang besar dan berskala internasional lebih menaruh perhatian pada perencanaan jangka panjang daripada perusahaan lokal. Akan tetapi pada umumnya organisasi perlu mempertimbangkan keseimbangan antara perencanaan jangka panjang maupun perencnaan jangka pendek. Karena itu penting bagi para manajer untuk mengerti peranan perencanaan secara keseluruhan.
Menurut T. Hani Handoko (1999) kegiatan perencanaan pada dasarnya melalui empat tahap sebagai berikut :
1.      Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusantentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya nya secara tidak efektif.
2.      Merumuskan kadaan saat ini.
Text Box: T. HANI HANDOKOPemahaman dari posisi perusahaan sekarang dari tujuan
yang hendak di capai atau sumber daya yang tersedia untuk pencapaian tujuan, adalah sangat penting, karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan perusahaan saat inidi analisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan informasi. Terutama keuangan dan data statistik, yang didapatkan melalui komunikasi dalam orgaisasi.
3.      Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan.
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan intern dan ekstern yag dapat membantu organisasi mencapai tujuannya, atau yang mungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi keadaan, masalah, dan kesempatan serta ancaman yang mungkin terjadi di waktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.
4.      Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan.
Tahap terakhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan sebagai alternatif kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) di antara berbagai alternatif yang ada.

Berikut ini adalah tahap-tahap perencanaan yang dibuat dan disusun oleh Tim Peningkatan Mutu SMP dari Departemen Pendidikan Nasional (2006) yaitu:
1.      Melakukan analisis lingkungan strategis
2.      Melakukan analisis situasi untuk mengetahui status situasi pendidikan saat ini
3.      Memformulasikan pendidikan yang diharapkan di masa mendatang
4.      Mencari kesenjangan antara butir nomor 2 dan nomor 3
5.      Berdasarkan hasil butir 4 disusunlah rencana strategis beserta rencana operasional
6.      Melakukan rencana pengembangan pendidikan di kabupaten atau kota
7.      Melaksanakan pemantauan terhadap pelaksanaan rencana dan melakukan evaluasi mengenai hasil rencana pendidikan.

Adapun isi dari rencana strategis yaitu dilakukannya aktivitas meliputi dibawah ini:
1.      Merumuskan visi, misi, dan nilai lembaga
a.       Visi merupakan  suatu gambaran yang tepat yang dibentuk dan disetujui oleh anggota organisasi berdasarkan visi pribadi/individu. Visi adalah suatu pandangan jauh tentang lembaga, tujuan - tujuan lembaga dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut pada masa yang akan datang. Visi itu tidak dapat dituliskan secara lebih jelas menerangkan detail gambaran sistem yang ditujunya, dikarenakan perubahan ilmu serta situasi yang sulit diprediksi selama masa yang panjang tersebut. Beberapa persyaratan yang hendaknya dipenuhi oleh suatu pernyataan visi:
-          Berorientasi ke depan
-          Tidak dibuat berdasarkan kondisi saat ini
-          Mengekspresikan kreatifitas
-          Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi masyarakat.
Visi yang dilengkapi dengan petunjuk waktu akan lebih efektif bagi organisasi yang melakukan perubahan-perubahan dalam memperdayakan organisasi. Berikut ini contoh visi Jurusan pendidikan Fisika:Terwujudnya Jurusan Pendidikan Fisika yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni serta menghasilkan tenaga kependidikan dan non-kependidikan dalam bidang fisika yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
b.      Misi merupakan rumusan umum mengenai tindakan (upaya-upaya) yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya mewujudkan Visi. Misi lembaga adalah tujuan dan alasan mengapa lembaga itu ada. Misi juga akan memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Pernyataan misi harus menunjukaan secara jelas arti penting eksistensi organisasi. Misi haruslah menyatakan:
-          Menunjukaan dengan jelas apa yang dianggap penting dan bidang kegiatan utamanya
-          Mengandung secara eksplisit  apa yang akan dicapai dengan kegiatan spesifik yang harus dilakukan untuk mencapainya
-          Keterlibatan masyarakat yang luas dalam bidang utama yang digeluti organisasi.
Contoh misi Jurusan Pendidikan  Fisika: Menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang kependidikan dan non-kependidikan untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi dalam bidang fisika.
c.       Nilai merupakan suatu cara bagaimana kita melakukan tuugas masing-masing untuk mencapi misi suatu organisasi. Menurut Purwodarminto, nilai dapat diartikan dalam 5 hal. Lima hal itu adalah: harga dalam taksiran, harga sesuatu, angka kepandaian, kadar/mutu dan sifat-sifat yang penting. Nilai individu dan organisasi sangat menentukan tercapainya visi dan misi. Ada 13 makna nilai bagi organisasi yaitu: togetherness (kebersamaan), empathy (empati), maturity (tepat waktu), willingness (kemauan), organizational (organisasi), respect (hormat), kindness (kebaikan), integrity (integritas), innovative (inovatif), flexibility (fleksibilitas), wisdom (kebijaksanaan), ethies (etika), responsibility (tanggung jawab), dan sense of belonging (rasa saling memiliki).  Contoh dari nilai organisasi :
-          Kedisiplinan: personil harus taat terhadap peraturan yang berlaku di dalam organisasi yang diikutinya
-          Kreativitas: personil harus memiliki daya cipta/ kemampuan yang inovatif dalam melaksanakan tugas
-          Kerjasama: personil harus saling membantu  secara trasparan dalam melaksanakan tugas
-          Kebersamaan: personil memiliki semangat dan motivasi melakukan tugasnya secara bersama-sama agar mampu memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat, kreativitas, kerjasama, dan kebersamaan. 
2.      Analisis Lingkungan Strategis
Berikut adalah bagian-bagian dari Analisis Lingkungan Strategis
a.       Analisis Lingkungan Internal (ALI)
Yaitu berupa pencermatan dan identifikasi terhadap kondisi internal organisasi, menyangkut organisasi, biaya oprasional, evektivitas, sumber daya manusia, sarana prasarana, serta dana penunjang.  Pencermatan dilakukan dengan pengelompokkan atas hal-hal yang merupakan kekuatan (strength) atau kelemahan (weakness) organisasi.
b.      Analisis Lingkungan Eksternal (ALE)
Yaitu berupa pencermatan dan identifikasi terhadap kondisi lingkungan di luar organisasi yang dapat terdiri dari lingkungan ekonomi, teknologi, sosial, budaya, politik, ekologi, dan keamanan. Pencermatan ini menghasilkan suatu peluang ( opportunities) dan tantangan (threats) organisasi.
3.      Faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success factors/ CSF)
Faktor-faktor kunci keberhasilan (FKK) atau critical success factors/CSF merupakan suatu faktor  yang sangat mempengaruhi hasil yang didapatkan dari misi organisasi. Adapun tahap dari FKK yaitu:
a.       Mengaitkan kajian dengn visi, misi dan langsung dengan tugas pokok fungsi organisasi
b.      Menginventarisasi perkiraan masalah yang timbul dalam melakukan misi organisasi
c.       Menganalisis masalah-masalah yang ada dengan menggunakan pendekatan isu strategi krisis (critical strategy issue), yaitu dengan menghitung bobot dampak masalah yang teridentifikasikan (ringan, sedang, berat) dan selanjutnya dianalisis untuk menentukan FKK.

4.      Tujuan dan Sasaran
Tujuan merupakan pedoman dalam pencapaian program dan aktivitas serta memungkinkan untuk terukurnya efektivitas dan efisiensi kelompok.Tujuan harus menegaskan sesuatu secara smart (specific, measureable, attainable, realistic, dan time bounding).
Sasaran organisasi merupakan rumusan spesifik mengenai apa yang diinginkan pada kurun waktu tertentu.  Sasaran dilaksanakan dalm jangka waktu yang pendek, selanjutnya keberhasilan organisasi diukur dengan menyesuaikan tujuan jangka panjang dengan critical strategy issue (CSI).

5.      Strategi (Kebijakkan, Program,  Kegiatan)
Strategi adalah merupakan persyaratan mengenai araha dan tindakan yang diinginkan pada waktu mendatang yang berisikan program-program indikatif dan tindakan-tindakan manajemen mewujudkan visi dan misi.
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan.
Kegiatan adalah aktivitas yang dilaksanakan untuk mengimplementasikan suatu program. Suatu kegiatan menjadi alokasi untuk Rencana Analisis Biaya (RAB).

6.      Evaluasi Kerja
Dapat berupa pemantauan dan evaluasi yang memberikan umpan balik terhadap keberlangsungan atau masa depan rencana.




1 komentar:

  1. Casino - DRMCD
    Find out งานออนไลน์ where you can play your favorite casino 창원 출장안마 games. You 계룡 출장샵 can play in 아산 출장안마 casino games for free or real money. You 진주 출장샵 can find more information here. Rating: 4.2 · ‎21 reviews

    BalasHapus